Friday, November 23, 2007

My Mentor, Ikbal

Pagi ini gw ketemu lagi sama orang yang kembali mengajarkan gw tentang gimana caranya ngejalanin kehidupan. Bukan professor, bukan motivator, bukan orang sukses, dan bukan orang yang punya pendidikan tinggi.

Dia cuma seorang anak kecil, usianya sekitar 7 – 8 tahun, dengan seragam hijau – hijau dengan badge SEKOLAH UNTUK ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS “CAHYA ANAKKU”.

Namanya Ikbal.

Ikbal duduk dengan ibunya pas di depan gw berdiri di bis. Sepertinya dia belum bisa bicara. Walaupun ada suara keluar dari bibirnya, namun terdengar seperti menggumam dan tanpa arti. Namun sepertinya dia mengerti apa yang dibicarakan oleh orang lain. Hanya spelling yang mudah – mudah saja yang bisa terdengar jelas seperti “Mah” dan “Pah”. Dia duduk dengan dengan gembira. Bercerita banyak dengan ibunya. Sang ibu dengan sabar mendengarkan dan mencoba membetulkan kosa kata Ikbal.

Gw memperhatikan mereka dan sesekali tersenyum melihat kegembiraan Ikbal. Wajahnya yang tanpa dosa dan tingkahnya yang ceria membuat gw juga ikutan semangat di bis yang panas dan sumpek pagi ini. Dia menoleh ke gw. Gw senyum dan menyapanya. Dia tersenyum. Mendadak dia minta sang ibu untuk memangkunya. Dan tangannya memberi tanda agar gw duduk di sebelah mereka. Gw tersentak. I really did not expect the very generous attitude he shown. Gw menolak. “Sebentar lagi om turun, sayang. Terima kasih”, kata gw.

Dia masih tersenyum dan tertawa riang. Seperti ada yang ingin dia komunikasikan ke gw. Gw mencoba memahami apa yang ia bicarakan. Sepertinya dia mencoba mengatakan sesuatu lewat bumbling-nya, senyumnya, cara dia tertawa dan tatapan mata riangnya. But still I cannot catch up what he is trying to say.

Halte Taman Anggrek.

It’s time for me to stop.

Ternyata, Ikbal dan ibunya turun di halte yang sama. Yang menarik adalah sang Ibu “menggendong” Ikbal turun. Ikbal can walk, but may be his mother doesn’t want him running around unsafely. Gw coba bantu dengan meyakinkan bis berhenti total dan di tempat yang bener. Loe tau sendiri 46 gimana, fear factor. Sampai di bawah, Ikbal turun dan mengenggam tangan gw kenceng. Seakan dia ngajak gw ke suatu tempat. Ibunya harus bersusah payah ngelepas tangan ikbal. Gw tersenyum. Mereka naik ke jembatan penyeberangan. Gw memandang mereka dan melambaikan tangan.

Hal selanjutnya adalah gw melihat ke keadaan gw sendiri. Saat ini mungkin gw lagi ngalamin masa – masa yang cukup sulit. Often, gw ngeluh nggak ada juntrungannya. Tiba – tiba gw mencoba memahami apa yang Ikbal coba komunikasikan ke gw.

“Om, apa sih yang Om risaukan ? Om jelas – jelas lebih dari saya. Om S2, sehat, walaupun agak sedikit kegemukan, tapi tetap om dilahirkan lebih sempurna dari saya. Om pernah punya kesempatan minum kopi di starbuck, makan di Sizzler, the buffet, bahkan Om pernah nginep di hotel – hotel berbintang. Kalo saya dan keluarga saya punya uang, mungkin saya akan belajar di sekolah yang lebih bagus dari sekolah saya sekarang. Karena mungkin dengan anak dengan kebutuhan khusus seperti saya memang juga memerlukan pengajar – pengajar yang kompeten dibidangnya. Mungkin tidak seperti sekolah saya sekarang.

Om liat diri Om sekarang. Om mungkin naik bis karena mungkin jarak rumah om ke kantor nggak terlalu jauh, sedangkan saya ? Ibu saya harus menggendong saya naik dan turun bis. Om enak masih punya mobil. Kalo saya punya mobil, mungkin orang tua saya akan mengantarkan saya pake mobil.

Tapi Om liat, apakah ketidaksempurnaan saya mengambil hak saya untuk menikmati hidup saya dengan gembira ?? Tidak !!

Apakah orang tua saya menyerah dengan keadaan saya ?? Tidak !!

Mereka tidak berhenti berharap bahwa saya akan menjadi orang yang berguna suatu saat nanti. Ayah saya bekerja membanting tulang mencarikan saya biaya sekolah yang mungkin lebih mahal daripada sekolah biasa. Ibu saya mau meluangkan waktu dan tenaga mengantarkan saya, menunggu saya, dengan sabar bercerita pada saya, dan bahkan menggendong saya. Demi satu tujuan, saya bisa mandiri dan “normal” suatu saat nanti.

Saya akan ajak Om ke sekolah saya. Saya akan perkenalkan Om dengan dengan teman – teman yang diberi kelebihan khusus seperti saya. Saya akan perkenalkan Om pada pejuang – pejuang kehidupan yang tidak pernah berhenti berusaha dan pantang menyerah untuk kehidupan anak – anaknya.

Om seharusnya malu dan berhenti mengeluh. Om seharusnya berhenti bertanya apa yang kehidupan bisa berikan untuk Om, mulailah Om bertanya apa yang bisa Om lakukan untuk dunia ini, untuk keluarga Om, untuk lingkungan om dan mungkin untuk orang – orang seperti kami. Om harus punya tujuan dan tidak boleh menyerah.”

Gw diam.

Gw nggak kuat berjalan dan duduk sebentar di halte.

Gw menangis.

Yup, gw menangis.

Terima kasih, Ikbal.

Thursday, November 08, 2007

GANG MOTOR

Gw kemaren liat berita tentang PEMBAIATAN GENG MOTOR DI BANDUNG . Ngeri bener, bos. Digebukin, suruh berantem satu sama lain. Demi sebuah kebanggaan jadi anggota geng motor. Yang ada di pikiran gw apa sih yang tuh bocah – bocah tanggung cari ?! Ngetop, ditakutin orang, diskon di bengkel asesoris motor, dapet makan gratis dari ketua geng, dicariin pacar sama rekan se-geng ?? Atau apa ??

Masih mending STPDN. Digebukin, nyaris mampus, lulus jadi camat. Asik, kan ?!

Nah kalo di Geng Motor ??

Mbok ya ikut komunitas tuh yang membangun. Komunitas tukang kayu, komunitas tukang semen, komunitas toko bahan bangunan gitu lho. Yang positif lah !!

Kalo gw jadi anggota Geng gimana yah ??

Senior Gang :
“Heh, Buntelan kentut !! Sini loh !!”

PLAK !!

Gw :
“Aduh, Akang.. Sakit, kang. Bawahan dikit, dong ?? Aduh, Kang.. Dikit lagi, Kang.. Ouch, udah pake pelumas, Kang ?? Aaahh, Akang genit ih.. Cunihin !!”

Senior Gang :
“Ontohod, tabok tuh si Ujang !!”

Gw :
“Moal, Kang ah. Kasian. Makan duren ajah gimana ?? Batagor Riri deh ?? Martabak San Fransisco ?? Yoghurt aja deh ?? Low fat lho ??”

Senior Gang :
“Heh ! Eluh tuh niat nggak jadi anggota geng motor kitah ??”

Gw :
“Dapet motor, Kang ?? Dapet previllege diskon di FO terkenal gak ? Dapet diskon makan di kapeh gak ? Atau dapet peuyem2 gak, Kang ?? Peuyem-puan ??”

Senior Gang :
“Kaloh masalah perempuan mah, gampil ! Kitah punya stok banyak “

Gw :
“Geulis nte, Kang ??”

Senior Gang :
“Yah, enggak lah !! Yang geulis – geulis mah maunya sama yang pake mobil. Kita kan Cuma punya motor. Jadi seadanya sajah !”

Gw :
“PRETTTTT !!!”

Tuesday, November 06, 2007

YOU DITCHED, YOU BITCH !!

Gw paham banget kalo kita nggak bisa bersandar kepada apa pun selain pada Tuhan dan pada diri kita sendiri.

Gw disadarkan untuk meluruskan niat kita dalam melakukan apa pun sehingga hasil akhirnya adalah ikhlas. Baik – buruk, jelek – bagus, sesuai harapan – tidak sesuai harapan; kita selalu dalam kondisi ikhlas menerima kenyataan.

Terms ini bukan berarti kita tidak memiliki target pada sesuatu yang kita hasilkan, hanya saja “hasil” bukan segala-galanya. Yang terpenting adalah “proses”. Proses yang membuat kita “belajar”. Proses pula yang membesarkan kita.

Results are numbers. Very interesting numbers, I guess. But compared with the process we have taken, the decision we have made, and all thoughts, energy and time consumed. Numbers are just numbers. They do not mean anything, unless we put the meaning.

Ketika kita dijanjikan sesuatu oleh orang lain dan mereka mengecewakan kita, hanya ada satu cara yang bisa dilakukan. Ubah niat kita. Apa pun yang akan kita lakukan atau sudah kita lakukan hanya untuk keperluan pemenuhan sistem – sistem nilai kita. Untuk ibadah, mangga. Untuk kepuasan batin pribadi, silahkan. Untuk hajat hidup orang banyak, ayo. Yang penting, usahakan untuk tidak memenuhi kepuasan orang lain atau sesuatu yang bisa diukur dengan satuan materiil. Karena hasilnya belum tentu sesuai dengan keinginan kita.

Remember, numbers are just numbers.


And for you, sirs and madams, out there who ditched me.

BITCHESSS !!!!